Pemuda sangat berarti bagi sebuah Bangsa,karna pemuda di harapkan dapat menjadi generasi penerus kelak,tonggak majunya suatu bangsa di tentukan oleh generasi muda,pemuda dapat mewujudkan majunya pembangunan suatu bangsa, pemuda Indonesia juga merupakan kelompok yang paling rawan dan menderita (vulnerable group). Jumlah siswa SMP yang tidak melanjutkan ke SMA justru lebih tinggi pada kelompok itu. SMERU (Reducing Unemployment in Indonesia 2007) menyebutkan 70% dari jumlah pengangguran terbuka di Indonesia adalah para pemuda (15-24 tahun) dan terdidik. Jumlah itu hampir tiga kali lipat angka pengangguran terbuka di kalangan usia dewasa (24-54 +).
Dalam perspektif lain, gambaran buram pemuda juga mengkhawatirkan kita. Dari 80 juta pemuda di Indonesia, 3% di antaranya memiliki ketergantungan narkoba, dan setiap tahun 15 ribu pemuda meninggal karenanya. Sementara itu, sampai Juni 2007, dari total jumlah pengidap HIV/AIDS di Indonesia sebanyak 9.689, sejumlah 2,26% berada dalam rentang usia 15-20 tahun dan 53,87% dalam rentang usia 20-29 tahun (www.aidsindonesia.or.id).
Kebijakan kepemudaan dari Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga dalam Renstra 2005-2009 dengan fokus pada pembangunan spirit kepeloporan pemuda (www.kemenegpora.go.id) masih menghadapi tantangan berat. Keterlibatan dan kepeloporan aktif pemuda dalam masyarakatnya idealnya tentu harus diberikan pemuda dengan kualitas terbaik (the best youth outcomes).
Di situlah letak masalahnya. Bagaimana mungkin akan menghasilkan pemuda dengan kualitas terbaik jika selama ini justru berbagai departemen teknis yang menghasilkan kebijakan yang amat memengaruhi kehidupan pemuda (youth output) berjalan sendiri-sendiri dengan agendanya (sektoral)
Walau bagaimanapun, tingginya angka pengangguran terdidik (SMP-sarjana), tentu tidak akan dapat diselesaikan dengan hanya menyalahkan Diknas. Introduksi program school-industry linkmatch tentu harus melibatkan kerja sama dengan Departemen Perindustrian dan kalangan dunia usaha sedari awal pelajar memasuki SMP. Untuk mengurangi tingginya putus sekolah di kalangan anak perempuan pedesaan–karena harus membantu orang tuanya untuk mencari air bersih–peningkatan akses sambungan PDAM dan listrik merupakan prasyarat solusi.
Selanjutnya, tingginya angka putus sekolah ditengarai juga menjadi penyebab masih tingginya pernikahan (pertama kali) dalam usia muda di kalangan remaja perempuan. Sementara itu, tanpa introduksi gaya hidup sehat dalam kurikulum sekolah kebijakan apa pun guna menekan jumlah perokok di kalangan pelajar yang mencapai 60%, bak membangun tanggul banjir di hilir sungai. Padahal hulunya betul yang sudah gundul.
Sudah saatnya paradigma sektoral dalam pembangunan pemuda diubah menjadi paradigma komprehensif. Para pemuda akan melewati masa belajar, bekerja, berkeluarga dan bermasyarakat. Oleh karena itu, masa-masa transisi tadi membutuhkan berbagai program lintas sektor yang terpadu dan terkoordinasi. secara umum kementerian pemuda memegang mandat untuk menyusun kebijakan pembangunan pemuda pada setiap kota dan menjadi koordinator dari sekitar 10 departemen teknis dengan program terkait dengan kepemudaan, seperti departemen pendidikan, kesehatan, perindustrian dan tenaga kerja. Selanjutnya, secara berkala, dengan wewenang dan anggaran yang dimilikinya, kementerian tersebut memonitor dan mengevaluasi capaian indikator pembangunan pemuda setiap tahun dari setiap departemen teknis (World Bank, 2007). Jelaslah tidak ada jalan lain. Seluruh komponen bangsa ini harus bekerja sama dalam memaksimalkan potensi besar para pemudanya dan mencegah mereka dari tidak menjadi apa-apa (lost generation) di masa depan.
Kebijakan kepemudaan dari Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga dalam Renstra 2005-2009 dengan fokus pada pembangunan spirit kepeloporan pemuda (www.kemenegpora.go.id) masih menghadapi tantangan berat. Keterlibatan dan kepeloporan aktif pemuda dalam masyarakatnya idealnya tentu harus diberikan pemuda dengan kualitas terbaik (the best youth outcomes).
Di situlah letak masalahnya. Bagaimana mungkin akan menghasilkan pemuda dengan kualitas terbaik jika selama ini justru berbagai departemen teknis yang menghasilkan kebijakan yang amat memengaruhi kehidupan pemuda (youth output) berjalan sendiri-sendiri dengan agendanya (sektoral)
Walau bagaimanapun, tingginya angka pengangguran terdidik (SMP-sarjana), tentu tidak akan dapat diselesaikan dengan hanya menyalahkan Diknas. Introduksi program school-industry linkmatch tentu harus melibatkan kerja sama dengan Departemen Perindustrian dan kalangan dunia usaha sedari awal pelajar memasuki SMP. Untuk mengurangi tingginya putus sekolah di kalangan anak perempuan pedesaan–karena harus membantu orang tuanya untuk mencari air bersih–peningkatan akses sambungan PDAM dan listrik merupakan prasyarat solusi.
Selanjutnya, tingginya angka putus sekolah ditengarai juga menjadi penyebab masih tingginya pernikahan (pertama kali) dalam usia muda di kalangan remaja perempuan. Sementara itu, tanpa introduksi gaya hidup sehat dalam kurikulum sekolah kebijakan apa pun guna menekan jumlah perokok di kalangan pelajar yang mencapai 60%, bak membangun tanggul banjir di hilir sungai. Padahal hulunya betul yang sudah gundul.
Sudah saatnya paradigma sektoral dalam pembangunan pemuda diubah menjadi paradigma komprehensif. Para pemuda akan melewati masa belajar, bekerja, berkeluarga dan bermasyarakat. Oleh karena itu, masa-masa transisi tadi membutuhkan berbagai program lintas sektor yang terpadu dan terkoordinasi. secara umum kementerian pemuda memegang mandat untuk menyusun kebijakan pembangunan pemuda pada setiap kota dan menjadi koordinator dari sekitar 10 departemen teknis dengan program terkait dengan kepemudaan, seperti departemen pendidikan, kesehatan, perindustrian dan tenaga kerja. Selanjutnya, secara berkala, dengan wewenang dan anggaran yang dimilikinya, kementerian tersebut memonitor dan mengevaluasi capaian indikator pembangunan pemuda setiap tahun dari setiap departemen teknis (World Bank, 2007). Jelaslah tidak ada jalan lain. Seluruh komponen bangsa ini harus bekerja sama dalam memaksimalkan potensi besar para pemudanya dan mencegah mereka dari tidak menjadi apa-apa (lost generation) di masa depan.
tapi bagimana jika Seorang Pemuda tidak mempunyai kualitas yang baik dari seluruh aspek(pendidikan,moral dll),kemajuan suatu bangsa tentu akan sulit di wujudkan,masalah pengangguran pemuda Indonesia masih sangat tinggi sekali yang di sebabkan rendahnya tingkat pendidikan(putus sekolah) dan tidak mempunyai keterampilan
SOLUSI YANG HARUS DI LAKUKAN
-menciptakan lapangan pekerjaan
-menyadarkan masyarakat pentingnya pendidikan untuk masa depan yang lebih baik
-mendirikan koperasi (misal di Desa) untuk peminjaman modal usaha
-menyelenggarakan kursus-kursus keterampilan(otomotif,menjahit,dll
Pemerintah diharapkan mampu memberikan inspirasi bagi para pemuda untuk bersama-sama memberikan kontribusi yang terbaik demi kemajuan bangsa. Untuk itu, pemuda harus mengembangkan potensi, kreativitas dan kualitas.
“Mari pemuda, kembangkan semua potensi, kreativitas, dan kualitas,” pemuda Indonesia mengharuskan seluruh komponen bangsa secara bersama-sama memberikan solusi untuk mengatasi dan mengentaskan pemuda dari segala macam masalah yang dihadapi menuju kejayaan bangsa di masa depan. Berbagai potensi, bakat, kemampuan, dan keterampilan, dengan semangat dan idealisme yang kental, pemuda Indonesia harus senantiasa memberikan warna yang khas bagi pertumbuhan dan kemajuan bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar